BERITA

Indonesia Pantau Proses Persidangan Genosida di Mahkamah Internasional


Indonesia mengikuti dan mencermati dari dekat persidangan dugaan genosida di Mahkamah Internasional, Den Haag, Belanda.

Kasus tersebut diajukan oleh Gambia, mewakili suara 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang menuduh Myanmar telah melakukan genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya.

“Kita terus mengikuti public hearing yang akan berakhir hari ini. Kita juga mengirim wakil untuk memantau jalannya persidangan,” ujar Plt. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam taklimat media di Jakarta, Jumat 13 Desember 2019.

Indonesia melihat persidangan di Mahkamah Internasional sebagai suatu proses yang berjalan dalam jalurnya sendiri, sementara Indonesia memilih berkontribusi dalam penyelesaian isu Rohingya melalui jalur bilateral dan mekanisme ASEAN.


Bagi Indonesia, Faizasyah menekankan, yang paling penting dilakukan saat ini adalah memastikan proses repatriasi yang aman, sukarela, dan bermartabat bagi hampir satu juta warga Rohingya yang mendiami kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh agar bisa kembali ke Myanmar.

“Proses (repatriasi) itu yang selalu kita kawal dan komunikasikan lewat mekanisme ASEAN,” kata dia seperti diberitakan Antara.

Di sisi lain, sebagai sesama anggota OKI, Faizasyah tidak menampik bahwa isu Rohingya seringkali muncul dalam beberapa pertemuan organisasi tersebut.

Indonesia sendiri telah menyampaikan kepada OKI mengenai upaya-upaya konkret yang dilakukan secara bilateral maupun melalui kerja sama ASEAN untuk membantu menyelesaikan isu itu.


Faizasyah kembali menegaskan bahwa persidangan dugaan genosida di Mahkamah Internasional merupakan proses yang terpisah dan diinisiasi oleh Gambia.

Sebelumnya, Indonesia menyampaikan apresiasi atas kehadiran Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dalam persidangan yang berlangsung selama tiga hari di Mahkamah Internasional.

Suu Kyi dinilai dapat menjelaskan secara langsung posisi pemerintah Myanmar terhadap apa yang terjadi di Rakhine State.

Di hadapan 17 hakim Mahkamah Internasional, Rabu 11 Desember 2019, Suu Kyi telah menolak tuduhan genosida yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya di negaranya dan menyebut tuntutan Gambia sebagai hal yang “menyesatkan”.

Menurut Peraih Nobel Perdamaian itu, “operasi pembersihan” yang dipimpin militer Myanmar di Rakhine State pada Agustus 2017 adalah tanggapan atas kontraterorisme terhadap serangan militan Rohingya yang terkoordinasi terhadap puluhan kantor polisi.

Meskipun mengakui bahwa kekuatan militer yang tidak proporsional mungkin telah digunakan dan menewaskan warga sipil, Suu Kyi tetap menampik bahwa tindakan tersebut sebagai genosida.***

Posting Komentar

0 Komentar