BERITA

UU Anti Muslim Disahkan Pemerintah India, Ketakutan Semakin Dirasakan


Undang-Undang Anti Muslim di India memberikan dampak besar kepada masyarakat muslim India. 

Rikat Hashmi, merupakan salah satu siswa Muslim di Delhi mengatakan bahwa ia merasa cemas mengenai masa depannya sebagai Muslim di India.

Rikat mengatakan bahwa, saat ini ia menghabiskan waktunya dengan memikirkan masa depan seperti banyak Muslim di India lainnya.


Apakah dengan agama saya, saya akan ditolak dalam pekerjaan? Apakah saya akan diusir dari rumah saya? Apakah saya akan dihukum mati oleh massa? Apakah ketakutan ini akan berakhir?" ujar Rikat.

Kekerasan pada umat Muslim di India bukan hanya terjadi di jalanan, namun kekerasan di dalam kampus pun terjadi.

Sebagaimana yang diberitakan, Jamia Milia Islamia salah satu kampus di Kota Delhi, para siswa dipukuli, diberi gas air mata di perpustakaan serta kamar mandi.


Rikat menjelaskan bahwa teror ini dilakukan untuk menghentikan aksi protes mereka terhadap undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial ini.

Peraturan mengenai undang-undang amendemen kewarganegaraan ini dibuat untuk membuka jalan menuju kewarganegaraan bagi orang-orang yang dianiaya dari tiga negara seperti Bangladesh, Pakistan dan Afghanistan.

Namun undang-undang tersebut menawarkan amnesti hanya pada imigran non-Muslim saja.


Sedangkan Muslim dikecualikan dan diskriminasi inilah yang membuat siswa Muslim protes.

Rikat mempertanyakan sikap kepolisian yang menyerang mereka.

"Mereka mengatakan itu karena siswa membakar kendaraan dan memprovokasi, tetapi di mana bukti melawan kita?" ujar Rakit.

Rikat juga menyampaikan, bahwa polisi mengklaim tidak ada tembakan, tetapi Rikat mempertanyakan bagaimana dengan mereka yang terbaring terluka di rumah sakit.


Dalam ceritanya Rikat menyaksikan aksi damai selama ia bersekolah di Universitas Jamia.

Ia juga mengakui bukan bagian dari protes damai pada hari Minggu 15 Desember 2019 lalu, yang kemudian berubah menjadi kekerasan.

Namun ia merasa ia juga adalah korban setelahnya ketika polisi melancarkan serangan yang meluas pada siswa.

Saat kejadian tersebut, Rikat ingin berteriak ketika polisi memasuki asrama.

"Kami mematikan lampu dan mencoba bersembunyi, malam berlalu dan untungnya kami selamat," jelas Rikat.

Kami yang Jadi Target

Namun bagi Rikat hal ini menjelaskan, tidak masalah apakah anda menyuarakan kritik atau tidak, karena kami adalah targetnya. Kami, Muslim India.

Saat ini Rikat sendiri telah pindah ke negara bagian utara Uttar Pradesh untuk belajar di Universitas Muslim Aligardh.


Bertemu dengan banyak wanita muslim yang menggunakan hijab membuat Rikat semakin semangat dalam meperjuangkan agama dan kontitusi di negaranya.

"Saya ingin menyuarakan kritik terhadap kebijakan diskriminatif dan ekonomi yang goyah," tegas Rikat.

Namun ia selalu ditolak dan dianggap sebagai "anti-nasional" ataupun "anti-hindu".

Rikat menyatakan bahwa kita hidup di era baru yang berbahaya di mana agama dan nasionalisme saling terkait.

"Terkadang saya melihat, orang-orang menatap saya karena hijab saya ketika saya sedang berjalan," ujarnya.

Mungkin ini adalah sebuah ketakutan yang tidak rasional, tetapi atmosfer islamfobia tentu akan menyebar.

Menurut Rikat, Partai yang berkuasa terang-terangan mendukung ideologi nasionalis Hindu dan beberapa undang-undang sekarang didasarkan pada diskriminasi agama. Kelompok-kelompok main hakim sendiri diberdayakan untuk melakukan kejahatan rasial terhadap Muslim.


Dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini, suara-suara ketidaksetujuan perlahan memudar.

"Ini bukan India inklusif tempat saya dibesarkan, dan kami layak mendapatkan yang lebih baik tegas Rikat. Untuk saat ini, saya hanya bisa menunggu dalam keheningan saat dunia saya hancur berantakan," ujar Rikat.

Saya telah dievakuasi dari asrama dan dipaksa pergi berlibur. Pendidikan saya belum bisa dilanjutkan.

Rikat juga tidak dapat melakukan perjalanan untuk melihat keluarganya karena mereka tinggal di kota lain di mana protes mulai merebak.***

Posting Komentar

0 Komentar